Pada edisi yang lalu, kita sudah membahas tata cara penyelenggaraan jenazah dari memandikan sampe mensholatkan, termasuk do’a ketika shalat jenazah. Pada edisi sekarang kita akan lanjutkan sampai prosesi menguburkan jenazah.

Menguburkan

1. Menguburkan jenazah wajib, walaupun jenazah orang kafir. Namun jenazah muslim tidak boleh dikuburkan di pemakaman orang kafir dan orang kafir tidak boleh dikuburkan di pemakaman orang muslim. Jenazah orang kafir juga tidak diperlakukan sebagaimana jenazah orang muslim. Rasulullah dan para sahabat menguburkan mayat orang-orang kafir Quraisy setelah perang badr, sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

2. Disunahkan menguburkan jenazah di pemakaman umum. Sebagaimana riwayat-riwayat yang mutawatir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menguburkan para sahabat di pemakaman Baqi’ dan para sahabat juga menguburkan para sahabat yang lain di pemakaman umum. Kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang harus dikuburkan di tempat beliau meninggal sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan kecuali muslim yang mati syahid dalam medan perang juga dikuburkan di medan peperangan mereka, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

3. Menghindari tiga waktu kecuali dalam keadaan darurat, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut:

Sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir berkata: “Ada tiga waktu yang dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kami menshalati dan mnguburkan jenazah pada waktu tersebut: ketika matahari terbit sampai meninggi, ketika matahari tepat berada di atas kepala sampai sedikit condong, dan ketika matahari mulai tenggelam sampai tenggelam dengan sempurna.” (HR. Muslim)

4. Memperdalam dan memperluas galian liang lahad.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “luaskan liang bagian kepala dan luaskan juga liang bagian kaki.” (HR. Abu Dawud dan Al-Baihaqi)

5. Orang yang paling berhak memasukkan jenazah ke dalam liang lahad adalah keluarga laki-laki sang mayyit.

Rasulullah diturunkan ke liang lahad oleh keluarga beliau sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dan Al-Baihaqi.

6. Jenazah dimasukkan ke dalam liang lahad melalui ujung liang untuk bagian kaki.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah.

7. Jenazah dibaringkan sembari membaca:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Dengan menyebut nama Allah dan di atas agama Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim dan Al-Baihaqi(.

Jenazah diletakkan dalam liang lahad dengan wajah menghadap kiblat, posisi badan menyamping menindih bagian kanan. Dan seperti inilah amalan yang diterapkan oleh seluruh kaum muslimin semenjak zaman Rasulullah, tanpa perkecualian dan tidak ada perselisihan dalam hal ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Hazm dalam kitab al-Muhalla.

8. Disunahkan bagi pengantar jenazah yang kebetulan berdiri di sisi liang lahad untuk memasukkan tanah dalam liang lahad dengan telapak tangannya tiga kali.

Berdasarkan Hadits Sahabat Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Ibu Majah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal tersebut.

9. Liang ditutup dengan tanah sembari memadatkannya dan agak ditinggikan (tidak diratakan) kurang lebih sejengkal.

Berdasarkan Hadits Sahabat Jabir yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika dikubur, tanah penutup kuburan beliau ditinggikan kira-kira satu jengkal.

10. Diberikan tanda dengan batu atau semisalnya.

Berdasarkan perintah Rasulullah ketika menguburkan sahabat ‘Utsman bin Madz’un yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi.

11. Pengantar jenazah diperbolehkan duduk di sekitar pemakaman dengan tujuan untuk memberikan nasehat dan peringatan kepada kaum muslimin yang hadir, dengan syarat menghormati dan tidak menginjak atau menduduki kuburan sesama muslim.

Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Lebih baik salah seorang di antara kalian duduk di atas bara api hingga membakar pakaian dan kulitnya, daripada duduk di atas kubur” (HR. Muslim)

Dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sungguh! Berjalan di atas bara api atau pedang atau aku ikat sandal dengan kakiku lebih aku sukai daripada berjalan di atas kubur seorang muslim. Sama saja buruknya bagiku, buang hajat di tengah kubur atau buang hajat di tengah pasar” (HR. Majah).

Wallahu a’lam

***

Penyusun: Ust. Fakhruddin Abdurrahman, Lc