Saat ini dunia Islam tengah diterpa ujian teramat dahsyat dari dua kutub bencana yang berlawanan arah. Kutub bencana yang satu bernama Khawarij (yang kini menjelma dalam wujud kelompok ISIS), sementara kutub bencana yang lain bernama Syi’ah. Masing-masing kutub ini punya prinsip-prinsip kelompok yang jauh bertolak belakang satu sama lain. Namun keduanya bersepakat dalam satu hal. Apakah itu…?? Sebelumnya, mari sekilas mengenal siapa Khawarij dan siapa Syi’ah.
Siapakah Khawarij…??
Khawarij adalah kelompok pertama yang melakukan penyimpangan di tubuh Islam. Kata para ulama, kemunculan kelompok ini adalah salah satu bukti Nubuwwat Nabi kita yang mulia. Karena jauh-jauh hari beliau r telah mengabarkan bakal kemunculan mereka. Sabda beliau:
Artinya: “…(Khawarij adalah) suatu kaum yang rutin membaca al-Qur’an namun mereka tidak memahaminya (dengan pemahaman yang benar). Mereka melesat dari agama, sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya. Mereka membunuh orang-orang Islam, namun justru tidak memerangi orang-orang musyrik penyembah berhala.” [al-Bukhari: 3344, Muslim: 1064]
Khawarij terpecah menjadi sekian banyak sekte. Semuanya mengkafirkan pelaku dosa besar kecuali sekte an-Najdät, yaitu pengikut Najdah bin ‘Amir al-Hanafi [lih. At-Takfïr wa Dhowäbithuh Cet.-2, hal. 174, Prof. DR. Ibrahim ar-Ruhaili].
Kendati demikian, sekte an-Najdät ini tetap dikelompokkan sebagai Khawarij oleh para ulama karena mereka mengkafirkan orang-orang di luar kelompok mereka. Prinsip yang sama dianut oleh ISIS saat ini, sekalipun mereka mengaku tidak mengkafirkan pelaku dosa besar, namun pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin di luar kelompok mereka, menjadikan ISIS ini sama dengan Khawarij di mata para ulama.
Ciri khas Khawarij secara umum dari masa ke masa adalah pengkafiran mereka pada para penguasa yang dianggap tidak berhukum dengan hukum Allah. Dari sini, mereka menghalalkan pemberontakan, menyulut api fintah, mengacaukan keamanan, dan menumpahkan darah tanpa hak. Merekalah yang telah membunuh ‘Utsman bin ‘Affän radhiallahu’anhu. Mereka pula yang telah merusak stabilitas keamanan di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu. Dan, adalah gembong Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljim pula yang telah membunuh Ali bin Abi Thalib radhaillahu’anhu, Ahli Bait Rasulullah r, sepupu sekaligus menantu beliau tercinta.
Siapakah Syi’ah…??
Jauh bertolak belakang dengan Khawarij yang membenci dan bahkan mengkafirkan Ahli Bait (Ali bin Abi Thälib), kaum Syi’ah justru memuja Ahli Bait Nabi sampai ke titik melampaui batas yang diharamkan. Bagi Syi’ah, Ahli Bait Nabi dari Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah pemegang “wasiat rahasia” bahwa merekalah satu-satunya yang berhak atas Imämiyyah (kepemimpinan sepeninggal Rasululläh r). Atas dasar itu, mereka mengkafirkan 3 khalifah yang telah dijamin surga oleh Rasulullah r; Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin al-Khattab, dan Utsman bin Affan radhiallahu’anhum karena dianggap telah merampas kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu sepeninggal beliau r.
Pemujaan kaum Syi’ah kepada Imam-Imam mereka bahkan sudah sampai ke derajat kekufuran. Mereka memposisikan Imam-Imam mereka melebihi kedudukan para Nabi. Dakwaan yang batil ini termaktub dalam kitab-kitab Syi’ah sendiri, di antaranya dalam Ushül al-Käfi (1/175) karya al-Kulaini. Tokoh besar Syi’ah yang bernama Ni’matulläh al-Jazäiry sampai terang-terangan berkata:
الإِمَامَةُ العَامَّةُ الَّتِي هِيَ فَوقَ دَرَجَةِ النُّبُوَّةَ وَالرِّسَالَةِ
“Keimaman (Syi’ah) yang meliputi seluruh (umat), melampaui derajat Nubuwwah dan Risalah Kerasulan…” [dinukil dari Ushül Madzhab asy-Syi’ah: 2/656, DR. Näshir al-Qifäry]
Celakanya lagi, Syi’ah menerapkan pengkafiran kepada muslimin yang tidak sejalan dengan keyakinan mereka tentang Imämiyyah ini. Al-Khomeini (tokoh Syi’ah & Revolusi Iran) berkata dalam kitabnya al-Arba’uuna Hadiitsan (hal: 510):
“Keimanan tidak bisa dicapai kecuali dengan perantaraan Imämiyyah Ali dan para pewarisnya–alaihim assalam–yang terpelihara dari kesalahan lagi suci. Bahkan… (lanjut al-Khomeini), keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya tidak diterima kalau tidak mengimani Imämiyyah (ini)”.
Pada kesempatan lain, Al-Khomeini berkata:
(Mengimani) Imämiyyah ahli bait–alaihim ussalam–merupakan syarat diterimanya amal di sisi Allah, bahkan ia adalah syarat diterimanya iman kepada Allah dan Nabi yang mulia.”
Lihatlah…!! Tokoh Syi’ah ini menjadikan keimanan pada Imämiyyah ahli bait lebih tinggi dibanding keimanan pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka telah menjadikannya sebagai rukun iman yang pertama. Sementara iman kepada Allah & Rasul-Nya, mereka gusur ke urutan bawah.
Lihatlah…!! Syi’ah mengkafirkan kaum muslimin di luar kelompok mereka. Bahkan pengkafiran mereka lebih parah daripada pengkafiran ISIS. Padahal konsep takfir model ISIS parahnya sudah bukan kepalang.
Al-Majlisi, salah seorang ulama rujukan Syi’ah, berkata dalam kitabnya, Bihaarul Anwaar (23/390):
Asy-Syaikh al-Mufiid dalam kitab al-Masaa-il mengatakan: “Syi’ah Imamiyyah telah sepakat bahwa siapa saja yang mengingkari keIMAMan satu orang saja dari Imam-Imam (Syi’ah) dan menentang apa yang telah diwajibkan oleh Allah ta’ala berupa ketaatan pada Imam (Syi’ah) tersebut, maka dia kafir lagi sesat, lagi berhak kekal di neraka.”
Setelah Syi’ah melakukan pengkafiran, mereka pun menghalalkan darah kaum muslimin yang telah mereka kafirkan.
Menurut satu riwayat—dusta—Syi’ah yang mereka anggap sebagai kebenaran, disebutkan bahwa Abu ‘Abdillah Ja’far ash-Shädiq (Imam ke-6 Syi’ah Imämiyyah) pernah di tanya: “Bagaimana pendapatmu tentang pembunuhan terhadap Näshib (non-Syi’ah)…? Ja’far menjawab:
“Darahnya halal…!! (alias boleh dibunuh). Namun aku kuatir atas keselamatanmu (jika engkau membunuh seorang Näshib). Jika memungkinkan, engkau tindih saja ia dengan tembok, atau engkau tenggelamkan dalam air. Selama engkau tidak ketahuan, maka bunuh saja…!!”. Kemudian Ja’far ash-Shädiq ditanya lagi: “Bagaimana dengan harta-hartanya..??”. Ja’far menjawab: “Ambil apa yang bisa kau ambil…!!” [lihat ‘Ilal asy-Syaröi’ hal. 326]
Lihatlah betapa radikalnya pengkafiran dalam agama Syi’ah. Siapa saja yang tidak mengakui Imam-Imam khayalan mereka yang dianggap ma’shum, maka statusnya menjadi kafir, sesat, dan halal darahnya, na’üdzubilläh. Ini berarti, kaum sunni ahlussunnah wal jama’ah alias mayoritas muslimin Indonesia (bahkan dunia) adalah orang-orang kafir dan halal untuk dibunuh menurut prinsip Aqidah Syi’ah. Jika ini bukan radikalisme, maka kita tidak tahu harus kemana lagi mencari definisi “radikalisme” yang benar.
Kesimpulan…
Gambaran singkat tentang Khawarij (ISIS) dan Syi’ah di atas, tentunya melahirkan kesimpulan sekaligus jawaban atas pertanyaan di awal tulisan. Bahwasanya baik Khawarij (ISIS) maupun Syi’ah, keduanya sama-sama berpaham radikal dan mengusung teror sebagai buah dari ideologi takfir (pengkafiran) mereka terhadap muslimin ahlussunnah wal jama’ah.
Inilah sisi kemiripan antara Khawarij dan Syi’ah, di mana aksi-aksi kedua kelompok ini selalu terekam oleh sejarah. Dan hari ini, kita menyaksikan sejarah itu terulang kembali. Saat ISIS yang berhaluan Khawarij muncul di Irak dan Syam dengan aksi-aksi terornya terhadap negeri-negeri kaum muslimin, dan milisi Houtsi beraliran Syi’ah yang berusaha merebut Yaman dari pangkuan Islam melalui aksi pemberontakan berdarah mereka.
Demikian pula dengan rezim Bassar Asad (beraliran Syi’ah Nushairiyyah) yang membantai rakyatnya yang mayoritas Sunni, lagi-lagi dengan bantuan militer Syi’ah dari Iran-Lebanon dan sokongan komunis Rusia.
***
Penyusun : Johan Saputra Halim
(Pimpinan Redaksi)
Komentar Terbaru