Pada edisi terdahulu, kita telah menjelaskan 3 syarat kalimat “Laa Ilaha Illallah”, maka pada edisi kali ini, kita akan melanjutkan penjelasan syarat kalimat “laa Ilaha Illallah”
Keempat: jujur yang meniadakan kedustaan
Hendaklah seorang hamba jujur kepada Tuhan-Nya dalam mengucapkan kalimat tauhid. Jangan berdusta pada apa yang dia yakini atau yang dia ucapkan, karena dusta merupakan bagian dari sifat-sifat orang munafiq.
Allah Ta`ala berfirman:
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ 3
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. [Q.S, Al-`Ankabuut: 1-3]
Dari Mu`adz radhiyallahu `anhu beliau berkata: “telah bersabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam”:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أن لا إلهَ إلاَّ الله ، وَأنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صِدْقاً مِنْ قَلْبِهِ إلاَّ حَرَّمَهُ الله عَلَى النَّار
“Tidak ada seorang pun yang bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang pantas disembah dengan benar kecuali Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah hambaNya serta RasulNya dengan jujur dari hatinya kecuali Allah akan mengharamkannya atas api neraka.” [H.R, Al-Bukhari, No: 128, dan Muslim, No: 148]
Kelima: tunduk yang meniadakan pengabaian
Barangsiapa yang telah mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah” wajib baginya untuk tunduk terhadap tuntutan kalimat ini dengan menyerahkan wajahnya dan patuh kepada Allah, melaksanakan perintah-perintahNya, dan menghindarkan diri dari larangan-laranganNya, serta tidak menyelisihi/memusuhi perintah Allah Ta`ala dan RasulNya Shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Allah Ta`ala berfirman:
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُور
“Dan Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang Dia orang yang berbuat kebaikan, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan”. [Q.S, Luqman: 22]
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab beliau Tafsir Al-Qur’an Al-`Azhiim: 3/395 tentang makna Islamul wajhi (menyerahkan wajah): “yaitu mengikhlaskan amal karenaNya, dan tunduk terhadap perintahNya, serta mengikuti syariatNya”.
Keenam: kecintaan yang meniadakan kemurkaan dan kebencian
Yang demikian itu dilakukan dengan cara mencintai kalimat “Laa Ilaaha Illallah”, mencintai orang yang mengucapkan serta mengamalkan tuntutan kalimat ini.
Allah Ta`ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لله وْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ للَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah”. [Q.S, Al-Baqarah: 165]
Jadi orang yang mengucapkan kalimat “Laa Ilaaha Illallah” mereka mencintai Allah dengan ikhlas sementara pelaku kesyirikan mereka mencintai Allah dan mencintai selain-Nya, dan hal ini menafikan (meniadakan) tuntutan kalimat “Laa Ilaaha Illallah”.
Ketujuh: penerimaan yang meniadakan penolakan
Orang yang bersaksi dengan kalimat “Laa Ilaaha Illallah” harus menerima tuntutan kalimat ini sesuai dengan apa yang telah diputuskan oleh Allah Ta`ala.
Barangsiapa yang mengucapkan kalimat “Laa Ilaaha Illallah” namun mereka tidak mau menerima serta tidak menjalankan tuntutannya, maka mereka akan tergolong dalam golongan orang-orang yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ (36)
“Sesungguhnya dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah) maka mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” [Q.S, Ash-Shaaffaat: 35-36]
Keadaan ini seperti keadaan para pengagung kuburan di masa kita saat sekarang ini, yang mana mereka mau mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah” namun mereka tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan, maka sekalipun mereka mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah” dengan lisan mereka namun perbuatan mereka tidak mau menerima tuntutan kalimat tauhid ini.
Inilah tujuh syarat kalimat “Laa Ilaaha Illallah” yang merupakan kunci surga yang harus kita ketahui dan kita amalkan agar dapat bermamfaat di dunia dan akhirat kelak.
Semoga Allah Ta`ala memberikan kita taufiq dan hidayahNya untuk memahami serta mengamalkan tujuh syarat kalimat “Laa Ilaaha Illallah” ini agar kita dapat membuka surga Allah dengannya kelak pada hari kiamat. Amiin, Washallallahu `alaa Sayyidinaa Muhammad wa `alaa aalihi wa shohbihi wa sallim wa aakhiru da`waana anilhamdulillahi Robbil `aalamiin.
Wallahu A’lam
***
Penyusun: Ust. Masyhuri, Lc
(Anggota Dewan Redaksi Buletin Alhujjah)
Download versi PDF:
maknanya sangat dalam secara tauhid