Para ulama’ Ahlus Sunnah sepakat bahwa kalimat “Laa Ilaaha Illallah” merupakan kunci surga.
Jika kita perhatikan, hampir semua kunci pasti memiliki gigi yang berfungsi membantu kita untuk membuka suatu pintu, begitu pula dengan kunci surga (kalimat “Laa Ilaaha Illallah”) pasti memiliki gigi yang memudahkan kita untuk membuka surga Allah, hal ini sesuai dengan ucapan Wahb bin Munabbih rahimahullah seorang Tabi`in (pengikut para sahabat Rasulallah Shallallaahu ‘alaihi wasallam) yang telah dinukil oleh Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam kitab Shahih beliau:

وَقِيلَ لِوَهْبِ بْنِ مُنَبِّهٍ: أَلَيْسَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: بَلَى وَلَكِنْ لَيْسَ مِفْتَاحٌ إِلَّا لَهُ أَسْنَانٌ فَإِنْ جِئْتَ بِمِفْتَاحٍ لَهُ أَسْنَانٌ فُتِحَ لَكَ وَإِلَّا لَمْ يُفْتَحْ لَكَ

“Wahab bin Munabbih ditanya: bukankah “laa ilaaha illallah” merupakan pintu surga? Beliau menjawab: ya, namun tidak ada kunci kecuali dia memiliki gigi; jika anda datang dengan membawa kunci yang memiliki gigi maka dia dapat membukakanmu pintu, jika tidak maka dia tidak dapat membukakanmu”.
Perlu kita ketahui bahwasanya yang dimaksud dengan gigi-gigi kunci surga itu adalah syarat-syarat kalimat “Laa Ilaaha Illallah” yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Orang yang mengucapkannya tidak akan bisa mendapatkan manfaat dari kalimat tersebut sampai dia merealisasikan (mewujudkan) syarat-syarat tersebut.

Syarat-syarat itu secara global (umum) ada tujuh, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Al-‘Allaamah Hafizh Al-Hakami rahimahullah dalam manzhumah (bait syair) Sullamu Al-Wushuul:

وبشــروط سبعة قد قيدت    وفي نصوص الوحي حقاً وردت
فإنّــــَه لا ينـتفع قائــلـــها        بالنــــطـق إلا حيــث يستكمــلهـا
العـلم واليقــين والقبــــول           والانقيــــاد فـــادر مـــا أقـــــول
والصدق والإخلاص والمحبه    وفـــقــك الله لـمـــــا أحـــــــبـــه

Dan dengan syarat-syarat yang tujuh telah terikat
Serta dalam nash-nash wahyu dengan benar telah tersirat
Sungguh pengucapnya tidak akan memperoleh apa-apa
Dengan sekadar ucapan sampai dia menyempurnakannya
Ilmu, yakin, dan penerimaan
Serta ketunduan maka fahamilah apa yang aku ucapkan
Jujur, ikhlas serta cinta
Semoga Allah memberikanmu taufik terhadap apa yang Dia cinta.

Inilah tujuh syarat kalimat “Laa Ilaaha Illallah” secara global (umum) yang harus diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim agar mereka bisa membuka surga Allah.
Adapun perincian syarat “Laa Ilaaha Illallah” adalah sebagai berikut:

Pertama: Ilmu, lawan dari kebodohan

yaitu mengilmui makna “Laa Ilaaha Illallah” yang mengandung peniadaan seluruh sesembahan selain Allah, dan menetapkan sesembahan yang berhak disembah hanyalah Allah.

Allah Ta`ala berfirman:

 إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“…kecuali orang yang bersaksi dengan kebenaran dan mereka mengetahuinya”. [Q.S, Az-Zukhruf: 86.]

Maksud “bersaksi dengan kebenaran” pada ayat di atas adalah “bersaksi dengan kalimat “Laa Ilaaha Illallah” dan maksud kalimat “mereka mengetahui” adalah “mereka mengetahui arti kalimat yang mereka persaksikan dengan lisan mereka. Adapun arti kalimat “Laa Ilaaha Illallah” adalah tidak ada sesembahan yang pantas disembah dengan benar kecuali Allah Ta`ala.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنْهُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan dia mengetahui bahwasanya tidak ada sesembahan yang pantas disembah dengan benar kecuali Allah maka pasti dia masuk surga”. [H.R, Muslim, Kitab Al-Imaan, Bab Al-Amri Bi Al-Al-Imaan Billahi Ta`ala, no: 136]

Kedua:keyakinan yang menghilangkan keraguan dan kebimbangan.

Orang yang mengucapkan kalimat “Laa Ilaaha Illallah” harus yakin dengan kandungan kalimat tersebut tanpa ada keraguan sedikitpun, agar kalimat tersebut bermanfaat bagi dirinya. Jika dia ragu terhadap kandungan kalimat “Laa Ilaaha Illallah” maka kalimat tersebut tidak akan memberikan manfaat sedikit pun.

Allah Ta`ala berfirman:

 إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِالله وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ الله أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. [Q.S, Al-Hujuraat: 15]

Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu`anhu, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam menyuruh beliau untuk memberikan kabar gembira:

من لقيت يشهد أن لا إله إلا الله مستيقنا بها قلبه بشرته بالجنة

“(Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam mengutusku) Barangsiapa yang aku temukan bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang pantas disembah dengan benar kecuali Allah  dalam kedaan hatinya yakin. Maka aku akan berikan kabar gembira berupa surga”. [H.R, Muslim, Kitab Al-Imaan, Bab Al-Amri Bi Al-Imaan Billahi Ta`ala: No:  138.]

Orang yang tidak meyakini kandungan kalimat ini, maka dia tergolong orang munafiq yang tidak akan pernah bisa membuka surga dengan kalimat “Laa Ilaaha Illallah”.

Ketiga: Ikhlas yang meniadakan kesyirikan dan riya’

Ikhlas mengucapkan serta mengamalkan tuntutan kalimat “Laa Ilaaha Illallah”.
Tuntutan kalimat “Laa Ilaaha Illallah” adalah memurnikan ibadah hanya untuk Allah Ta`ala semata bukan untuk memperoleh dunia, tidak riya’ dan sum`ah (pamer dengan memperdengarkan kebaikan agar dipuji) dalam mengucapkannya.

Allah Ta`ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ الله مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al-Quran) dengan (membawa) kebenaran, maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya”. [Q.S, Az-Zumar: 2]

Dan telah datang dari hadits ‘Utbaan bin Malik radhiyallahu `anhu bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ الله

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan api neraka bagi orang yang mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah” yang dia mengharapkan wajah Allah dengan (ucapannya) itu”. [H.R, Al-Bukhari, No:  425 dan Muslim, No: 33].

-bersambung-
Insya Allah

Penyusun: Ust. Masyhuri, Lc

(Anggota Dewan Redaksi Buletin Al Hujjah)