Kebersihan jiwa adalah hal utama yang diperhatikan oleh Islam, Allah berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”. [QS. Asy-Syams: 9]

Namun Islam tidak meniadakan kebersihan yang bersifat lahiriyah, Allah berfirman:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

“Dan pakaianmu bersihkanlah”. [QS. Al-Muddatsir: 4].

Penting bagi setiap muslim untuk mempelajari tata cara bersuci, karena seorang muslim yang baligh dan berakal tidak boleh melakukan ibadah yang agung (yaitu shalat) apabila ia berada pada kondisi hadats alias tidak suci. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Shalat salah seorang dari kalian tidak diterima apabila dalam kondisi hadats hingga ia berwudhu”. [HR. Muslim no. 225].

Insya Allah pada edisi kali ini kami akan memaparkan secara ringkas tata cara bersuci dari junub. Semoga Allah memberi taufiq.
Ada 2 hal yang menyebabkan seseorang junub dan mengharuskan pelakunya mandi junub:

1. keluarnya air mani akibat syahwat dari lubang kemaluan baik dalam keadaan terjaga maupun tertidur

Ummu Sulaim datang kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam sembari mengatakan kepada beliau, “Allah tidak malu dari kebenaran, apakah wajib atas wanita untuk mandi apabila ia mimpi basah?”. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab:

نَعَمْ، إِذَا رَأَتِ الْـمَاءَ

“Ya, apabila dia melihat ada air (mani)”.  [HR. Bukhari no. 282 dan Muslim no. 313]

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam  juga pernah bersabda :

إِذَا رَأَيْتَ الْمَذِي فَاغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَأْ وُضُوْءَكَ لِلصّلاَةِ فَإِذَا فَضَخْتَ الْمَاءَ فَاغْتَسِلْ

“Apabila engkau melihat air madzi (yang keluar dari kemaluanmu) maka cucilah kemaluanmu dan berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shalat, dan bila engkau memancarkan air mani maka mandilah”. [HR. Abu Dawud)

2. Masuknya -maaf- kemaluan laki-laki ke dalam liang kemaluan wanita (hubungan badan) baik keluar air mani ataupun tidak.

berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ، ثُـمَّ جَهَدَهَا  فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

“Apabila (seseorang) telah duduk di antara 2 tangan dan 2 kaki istrinya, kemudian ia menyetubuhinya maka telah wajib baginya untuk mandi”. [HR. Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348].

Tata Cara Mandi Janabah

Sebelum memulai mandi Janabah hendaknya diawali dengan niat di hati untuk membedakannya dari mandi biasa, hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam :

Artinya: “Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan”. [HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]

Niat dalam bahasa Arab berarti keinginan dan gerakan hati untuk melakukan sesuatu. Tidak ada dalil baik dari al-Qur’an maupun hadits Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang menerangkan adanya lafaz-lafaz tertentu sebelum melakukan mandi janabah. Maka tidak di syari’atkan untuk melafazkan niat dengan lisan, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak didasari perintah kami maka amalan itu tertolak.” [HR. Muslim no. 1718]

Tata cara mandi janabah dijelaskan dalam hadist Ummul mu’minin ‘Aisyah -radhiayallahu ‘anha-  berikut:

كَانَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ، ثُـمَّ يُفْرِغُ بِيَمِيْنِهِ عَلَى شِمَالِهِ، فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ، ثُـمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوْءَهُ لِلصَّلَاةِ، ثُـمَّ يَأْخُذُ الْـمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُوْلِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدِ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَناتٍ ثمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ، ثُـمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ

“Dahulu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila mandi janabah beliau memulai dengan:

  1. mencuci kedua telapak tangannya
  2. kemudian menuangkan air ke tangan kiri (untuk) mencuci kemaluannya
  3. setelah itu beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat
  4. kemudian beliau mangambil air (dengan tangan) lalu memasukkan jari-jemari ke pangkal rambut (menyela-nyela rambut dengan air)
  5. apabila beliau melihat kepalanya sudah cukup basah maka beliau mengambil air lalu menuangkan 3 mud air pada kepalanya (kira-kira 3 cidukan kedua telapak tangan orang dewasa).
  6. setelah itu beliau mengguyur badannya dengan air
  7. terakhir beliau mecuci kedua kakinya.”

Disunnahkan untuk membersihkan tangan kiri setelah mencuci kemaluan baik dengan menggosoknya pada tanah atau mencucinya dengan sabun, hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummul Mu’minin Maimunah -radiyallahu ‘anha-. Beliau berkata:

صَبَبْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غُسْلًا، فَأَفْرَغَ بِيَمِينِهِ عَلَى يَسَارِهِ فَغَسَلَهُمَا، ثُمَّ غَسَلَ فَرْجَهُ، ثُمَّ قَالَ بِيَدِهِ الأَرْضَ فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ، ثُمَّ غَسَلَهَا…

Aku menuangkan air untuk mandi janabah kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka beliau menuangkan air tersebut dengan tangan kanannya pada tangan kirinya lalu mencuci keduanya. Kemudian beliau mencuci kemaluannya, lalu beliau meletakkan tangannya di bumi dan menggosokkannya pada tanah kemudian mencucinya lagi….. ” [HR. Bukhari no. 259 dan Muslim no. 317]

Dan di antara sunnah adalah mendahulukan kepala bagian kanan ketika membasuh/menyela-nyelanya dengan air, ‘Aisyah -radhiyallahu ‘anha- mengatakan:

…فَأَخَذَ بِكَفِّهِ، فَبَدَأَ بِشِقِّ رَأْسِهِ الْأَيْـمَنِ، ثُـمَّ الْأَيْسَرِ…

“…..kemudian beliau mengambil (air) dengan tangannya. Beliau mengawali (basuhan) pada kepala bagian kanan kemudian kepala bagian kiri.” [HR. Bukhari no. 258].

Wallahu a’lam
***

Penyusun : Ust. Muhammad Firman Ardiansyah, Lc

(Staf Pengajar Pondok Pesantren Abu Hurairah Mataram)