Keharaman Niyaahah
Namun sebelum berbicara lebih jauh, terlebih dahulu kita akan mengupas pandangan Islam tentang hukum berteriak histeris, merobek-robek baju, mengucapkan kalimat-kalimat penolakan akan takdir Allah atas wafatnya seseorang yang dicintai. Dalam bahasa ulama, tindakan meratapi kematian seperti ini dikenal dengan sebutan Niyaahah, diambil dari kata an-Nauh yang berarti meninggikan suara tangisan[lih. Fiqhus Sunnah: 1/506, Sayyid Sabiq].
Tanpa diragukan lagi, berdasarkan nash-nash dalil yang shahih, Niyaahah adalah tindakan yang diharamkan dalam Islam.
Dalam banyak hadits yang shahih, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda (artinya):
“Ada 4 sifat di tengah umatku yang tergolong perkara jahiliyyah, dan mereka belum menanggalkannya secara total; (pertama) membangga-banggakan nenek moyang, (kedua) menasabkan seseorang pada selain bapaknya, (ketiga) meminta hujan melalui bintang-bintang, dan (keempat) an-Niyaahah.” Beliau juga bersabda: “wanita yang melakukan Niyaahah, jika tidak sempat bertaubat sebelum meninggal, maka ia akan dibangkitkan di hari kiamat dengan berpakaian ter (yang menjadikan api neraka menyala semakin dahsyat), dan tubuhnya dipenuhi oleh borok.” [Shahih Muslim no. 934]
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الخُدُودَ، وَشَقَّ الجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ
“Tidak termasuk golongan kami, orang yang (meratapi mayit dengan) menampar-nampar pipi, merobek-robek kantong pakaian, dan berkata-kata (dalam ratapannya tersebut) dengan perkataan jahiliyyah (yang menggambarkan penolakan terhadap takdir Allah atas kematian si mayit-pent).” [Shahih Bukhari no. 1294]
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بَرِئَ مِنَ الصَّالِقَةِ وَالحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ»
(Abu Musa radhiallaahu’anhu mengatakan) Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari wanita yang menangis histeris, menggunting rambut, dan mencabik-cabik pakaian (saat musibah menimpa-pent)” [Shahih Bukhari no. 1296, Shahih Muslim no. 104]
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ، قَالَتْ: «أَخَذَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ الْبَيْعَةِ، أَلَّا نَنُوحَ»
Dari Ummu ‘Athiyyah dia berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengambil sumpah setia dari kami (bai’at), agar kami (berjanji) tidak melakukan Niyaahah.” [Shahih Muslim no. 936]
Demikianlah dalil-dalil otentik yang tidak terbantahkan dari sisi manapun juga, tentang keharaman Niyaahah, suatu amalan yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya.
Riwayat-Riwayat Aneh Tentang Karbala
Namun tengoklah apa yang justru diperbuat oleh Syi’ah di Hari ‘Asyuro (10 Muharram), justru amalan haram tersebut mereka jadikan sebagai ritual ibadah. Na’udzubillah, inilah hakikat penghinaan dan pelecehan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Simaklah ungkapan-ungkapan tokoh-tokoh mereka berikut ini! Sengaja kami suguhkan kepada Anda dari kitab asli mereka, agar Anda meyakini bahwa apa yang kami utarakan di atas, bukanlah kabar burung apalagi kabar dusta, namun inilah fakta kelam dan realita sejarah mereka yang hitam.
Ja’far bin Muhammad bin Qulawaih Qummi, salah satu tokoh paling diagungkan dalam sekte Syi’ah, dalam kitabnya (Kaamiluz Ziyaaraat hal. 280 dan 284) meriwayatkan:
عن أبي جعفر (عليه السلام) قال: خلق الله تبارك وتعالى أرض كربلاء قبل أن يخلق الكعبة بأربعة وعشرين ألف عام، وقدَّسها وبارك عليها، فما زالت قبل خلق الله الخلق مقدَّسة مباركة، ولا تزال كذلك حتى يجعلها الله أفضل أرض في الجنة
Dari Abi Ja’far Alaihissalam dia berkata: “Allah telah menciptakan tanah Karbala 24 ribu tahun sebelum Allah menciptakan Ka’bah, Dan Allah telah menyucikan dan memberkatinya. Tanah Karbala tersebut sudah dalam keadaan suci dan berkah semenjak makhluk Allah (yang lain) belum tercipta, dan akan senantiasa demikian sampai Allah menjadikannya tanah yang paling utama di surga.” [dicantumkan juga dalam website tokoh Syi’ah Iran: ar.rohani.ir/istefta-6015.htm (harap waspada dari alamat web ini, berbahaya bagi iman dan aqidah…!!)]
Renungkanlah betapa “lebay” hadits palsu bin dusta di atas. Riwayat berikut ini lebih heboh lagi, plus lebih nyata lagi bohongnya:
من أتى قبر الحسين عارفًا بحقّه في غير يوم عيد كتب الله له عشرين حجّة وعشرين عمرة مبرورات مقبولات.. ومن أتاه في يوم عيد كتب الله له مائة حجّة ومائة عمرة.. ومن أتاه يوم عرفة عارفًا بحقّه كتب الله له ألف حجّة وألف عمرة مبرورات متقبّلات، وألف غزوة مع نبي مرسل أو إمام عادل
“Barangsiapa mendatangi kuburan Husein (Karbala) pada selain hari ‘Ied disertai pengakuan akan haknya, maka Allah mencatat untuknya 20 kali haji dan 20 kali umrah yang mabrur dan maqbul. Barangsiapa mendatanginya di hari ‘Ied, maka Allah mencatat 100 kali haji dan 100 kali umrah untuknya. Dan barangsiapa mendatangi kuburan Husein di Hari Arafah disertai pengakuan akan haknya, maka Allah mencatat untuknya 1000 kali haji dan 1000 kali umrah yang mabrur dan maqbul, plus pahala 1000 kali berperang bersama Nabi utusan atau Imam yang adil.” [Furu’ al-Kaafi: 1/324, al-Kulaini, Kaamiluz Ziyaaraat hal. 169. Nukilan dari Ushul Madzhab asy-Syi’ah: 2/460, DR. Nashir Ali al-Qofaari]
Riwayat yang satu ini, boleh dibilang “super lebay”. Simaklah, dan bersiaplah untuk tertawa membaca ucapan Imam Ja’far “versi” Syi’ah berikut ini:
لو أنّي حدّثتكم بفضل زيارته وبفضل قبره لتركتم الحجّ رأسًا وما حجّ منكم أحد، ويحك أما علمت أنّ اللهاتّخذ كربلاء حرمًا آمنًا مباركًا قبل أن يتّخذ مكّة حرمًا؟
“Andaikata aku bertutur tentang keutamaan ziarah ke makam (Husein bin Ali) dan keistimewaan makamnya, niscaya kalian akan meninggalkan Haji, dan tidak akan ada satu pun di antara kalian akan menunaikan Haji. Celaka engkau, tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah telah menjadikan Karbala sebagai tanah haram yang aman dan berkah, jauh sebelum Allah menjadikan Makkah sebagai tanah haram?”[Bihaarul Anwaar: 33/101, Kaamiluz Ziyaaraat hal. 266]
Adapun riwayat berikut ini, benar-benar kedustaan yang bertengger di puncak penghinaan dan pelecehan terhadap Islam dan kaum Muslimin:
إنّ الله يبدأ بالنّظر إلى زوّار قبر الحسين بن علي عشيّة عرفة قبل نظره إلى أهل الموقف”، (قال الراوي:وكيف ذلك؟) قال أبو عبد الله – كما يزعمون -: لأنّ في أولئك أولاد زنا وليس في هؤلاء أولاد زنا
Imam Ja’far (versi) mereka mengatakan: “Sesungguhnya Allah lebih dulu melihat para peziarah kuburan Husein bin Ali di malam Arafah sebelum Dia melihat orang-orang yang wukuf di Arafah. (Seorang perawi berkata: ‘Bagaimana bisa begitu?’), Abu Abdillah (Ja’far) berkata—sebagaimana klaim mereka—: “Karena pada orang-orang yang wukuf di Arafah itu, ada anak-anak zina, sedangkan para peziarah kuburan Husein (di hari Arafah) tidak ada satu pun anak hasil zina.” [al-Waafi jilid-2: 8/222, al-Faidh al-Kaasyaani]
“Riwayat-riwayat rendahan seperti di atas, tidak peru dibantah. Waktu terlalu berharga untuk diluangkan demi membantah riwayat-riwayat tidak jelas seperti ini. Jika dilihat dari sisi pertentangan riwayat-riwayat Imam Syi’ah di atas dengan pokok-pokok ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih, maka sudah bisa dipastikan bahwa riwayat-riwayat di atas adalah murni kebohongan.
Apa Sebenarnya Tujuan Mereka..?
Tampak jelas sekali misi memecah belah ummat yang berada di balik doktrin-doktrin Syi’ah. Baitullah yang berada di Makkah sebagai symbol terbesar persatuan ummat Islam seluruh dunia, berusaha diruntuhkan kehormatan dan kemuliannya dari hati manusia. Inilah misi utama Yahudi yang gagal dilancarkan secara terang-terangan.
Kini mereka beralih kepada Syi’ah,sebagai tunggangan empuk bagi mereka untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tidak mengherankan tentunya, mengingat Abdullah bin Saba’ la’natullaah ’alaihi (The Founding Father aqidah Syi’ah) adalah seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam.
Syaikh DR. Nashir Ali al-Qofaari dalam tesis doktoralnya yang berjudul “Ushuul Madzhab asy-Syii’ah al-Imaamiyyah” (2/hal. 460) mengatakan tatakala mengomentari riwayat-riwayat palsu seputar keutamaan berziarah di Padang Karbala:
“Di antara perkara yang tersingkap bahwasanya riwayat-riwayat ini adalah buah konspirasi melawan ummat (Islam) dalam rangka memalingkan mereka dari Baitullah (Ka’bah), merusak mereka, dan memecah belah persatuan mereka, serta sebagai sebuah upaya untuk mencegah pelaksanaan muktamar akbar tahunan kaum muslimin seluruh dunia (di Arafah, pada musim haji)…”
***
Disusun oleh: Redaktur al-Hujjah
Jo Saputra Halim
(abiziyan.ponpesabuhurairah.com)
Muraja’ah: Ustadzuna Masyhuri Badran, Lc.
Komentar Terbaru