Taubat merupakan gerbang pertama yang harus dilewati seorang hamba dalam perjalanannya kembali menuju Allah. Ulama kita mengatakan:

التّوْبَةُ مِنْ أَهَمِّ قَوَاعِدِ الإِسْــلاَمِ، وَهِيَ أَوَّلُ الطَّرِيْقِ إِلَى السَّعَادَةِ فِي الدُّنْيَا وَفِي الدَّارِ الآخِرَةِ

Taubat merupakan salah satu asas Islam yang terpenting, dan dia adalah jalan pertama menuju kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di negeri akhirat.” [Hayaatus Su’adaa: 66]

Sebagaimana seorang hamba harus bersuci secara lahir dari kotoran dan hadats sebelum menghadap Allah dalam shalat, maka demikian pula seorang hamba harus bersuci dari noda-noda maksiat dalam kepulangannya kembali menuju Rabb-nya.

Dalam al-Qur-an Allah telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk kembali kepada-Nya dengan taubat:

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

Dan kembalilah menuju Tuhan kalian, dan berserah dirilah kalian kepada-Nya,….[QS. az-Zumar: 54]

Ibnu Jarir menafsirkan “Aniibuu” dalam ayat tersebut dengan mengatakan:

وَأَقْبِلُوْا أَيُّهَا النَّاسُ إِلَى رَبِّكُمْ بِالتَّوْبَةِ

Dan kembalilah wahai manusia, menuju Tuhan kalian dengan taubat…”

Kembali kepada Allah dengan taubat bukanlah kebutuhan orang-orang yang terbenam dalam lumpur dosa semata, bahkan ia merupakan kewajiban bagi orang-orang mukmin lagi bertaqwa, sebagai bentuk pengakuan akan kekurangan mereka dalam memenuhi hak-hak Allah berupa peribadatan yang sesuai untuk-Nya dan pengagungan yang layak bagi-Nya. Bukankah Allah telah memerintahkan taubat tanpa pandang bulu apakah mereka seorang fasiq atau shalih?

(Artinya): “Bertaubatlah kalian wahai orang-orang mukmin, agar kalian beruntung.” [QS. an-Nuur: 31]

Bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah di antara segenap makhluk, beliau dengan bangga mengucapkan:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ! تُوْبُوْا إِلَى اللهِ، فَإِنِّيْ أَتُوْبُ إِلَى اللهِ فِي الْيَوْمِ مِأَةَ مَرَّةٍ

Wahai manusia! Bertaubatlah kalian kepada Allah, sungguh aku bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari.” [Shahih Muslim: 2702]

(2) Amal Shalih

Konsekuensi inaabah berikutnya (setelah taubat) adalah mengerjakan amal-amal shalih berupa ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini tentu saja membutuhkan ilmu tentang syari’at, apa saja amalan yang dicintai dan dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dan ketahuilah wahai saudara-saudara mukmin yang tercinta! Bahwa amalan yang paling dicintai Allah dan Rasul-Nya adalah Tauhid, yaitu memperuntukkan ibadah HANYA kepada Allah saja, dengan tata cara ibadah yang HANYA bersumber dari Rasulullah r semata.

Sedangkan amalan yang paling dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya adalah syirik dan kufur, yaitu memalingkan ibadah yang dicintai Allah baik ibadah zhahir maupun batin kepada selain Allah, serta penyimpangan dari pokok-pokok ajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam.

Sehingga tidak heran jika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa-nya (jilid 8/hal. 527) mendefinisikan Inaabah sebagai berikut:

الْإِنَابَةُ إلَى اللَّهِ وَالْمَتَابُ هُوَ الرُّجُوعُ إلَيْهِ بِعِبَادَتِهِ وَطَاعَتِهِ وَطَاعَةِ رَسُولِهِ

Inaabah kepada Allah adalah, kembali kepada-Nya dengan beribadah (hanya) kepada-Nya, dengan mentaati-Nya, dan mentaati Rasul-Nya.”

FADHILAH-FADHILAH INAABAH

Di antara fadhilah (keutamaan) inaabah adalah:

1. Kepastian Ampunan dari Allah

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

 قَـالَ اللهُ تَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ ! إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيـْكَ وَلاَ أُبَالِي. يَا ابْنَ آدَمَ ! لَوْ بَلَغَتْ ذَنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِيْ. يَا ابْنَ آدَمَ ! إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقَيْتَنِيْ لاَ تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُـرَابِهَا مَغْفِرَةً

Allah berfirman: Wahai anak Adam, sungguh jika engkau memohon dan mengharap kepada-Ku, Aku akan ampuni engkau betapapun dosa yang ada pada dirimu, Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, andaikata dosa-dosamu menggapai langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, andaikata engkau mendatangi-Ku dengan membawa sepenuh bumi dosa dan kesalahan, namun dalam keadaan engkau tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Ku, niscaya Aku akan datang menyambut-Mu dengan sepenuh itu pula ampunan.” [Hadits Hasan, riwayat at-Tirmidzi, lih. Ash-Shahihah no. 127]

Dalam hadits yang lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

النَّدْمُ تَوْبَةٌ، وَالتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ

Penyesalan (dari dosa) adalah taubat, dan orang yang bertaubat dari dosa, persis seperti orang yang tidak memiliki dosa.” [Hadits Hasan,  lih. Shahih al-Jaami’ no. 6803]

2. Digantinya Keburukan dengan Kebaikan

Dosa dan kesalahan orang-orang yang ber-inaabah akan diganti oleh Allah menjadi pahala dan ganjaran kebaikan, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur-aan:

Artinya: “Dan orang-orang yang tidak menyeru kepada sesembahan-sesembahan selain Allah, dan tidak membunuh jiwa yang telah diharamkan kecuali dengan alasan yang dibenarkan, dan tidak berzina, (yang mana) siapa saja yang melakukan hal tersebut, niscaya di mendapat (pembalasan akibat) dosa (tersebut).

(Yakni) Allah akan melipatgandakan adzab-Nya (kepada mereka) di hari kiamat, dan mereka akan kekal (dalam adzab) lagi hina.

KECUALI orang-orang yang ber-TAUBAT, beriman dan (dilanjutkan) dengan beramal shalih, maka merekalah orang-orang (yang mana) Allah akan MENGGANTI kejahatan-kejahatan mereka dengan kebaikan demi kebaikan, sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” [QS. al-Furqon: 68-70]

Ayat yang agung ini adalah dalil yang nyata, bahwa konsekensi inaabah adalah taubat yang kemudian disambut dengan amal shalih.

3. Meraih Mahabbatullaah (Cinta Allah)

Manusia yang tulus kembali pada Allah, akan meraih cinta Allah. Karena Dia telah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang men-sucikan diri.” [QS. al-Baqarah: 222]

Jika Allah telah mencintai seorang hamba, maka Dia akan mengangkatnya ke maqam Auliyaa (Wali-Wali Allah) yang mana permintaan mereka selalu di-iyakan (dikabulkan) oleh Allah, sebagaimana ditegaskan dalam Hadiitsul Auliyaa’ yang terkenal (riwayat Bukhari). Rasullullah r bahkan sampai bersumpah:

وَاللهِ، لاَ يُلْقِي اللهُ حَبِيْبَهُ فِي النَّارِ

Demi Allah, tidak akan, Allah melemparkan kekasih-Nya ke dalam neraka.” [Hadits Shahih, Shahiihul Jaami’ no. 7095]

4. Melihat Allah di Surga

Orang-orang yang kembali (Muniib) kepada Allah kemudian istiqomah sampai ajal menjemput, Allah menjanjikan surga bagi mereka ditambah lagi dengan kenikmatan tertinggi, yaitu melihat Wajah Allah yang Maha Indah lagi Maha Mulia di surga-Nya kelak.

Allah telah menegaskan hal ini dalam firman-Nya:

مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (33) ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ (34) لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ (35)

Orang-orang yang takut kepada ar-Rahmaan (Yang Maha Penyayang) padahal mereka tidak melihat-Nya, lalu mereka datang dengan hati yang Muniib (kembali kepada Allah). (Maka diserukan kepadanya) Masuklah kedalam (surga) dengan sejahtera, itulah hari keabadian. Bagi mereka apa-apa yang mereka inginkan dan pada sisi Kami ada Maziid (tambahan kenikmatan).” [QS. Qaaf: 33-35]

Para imam ahli tafsir (seperti Ibnu Jarir, al-Baghawi, dan Ibnu Katsir) telah sepakat dalam tafsir mereka masing-masing berdasarkan hadits yang shahih (Shahih Muslim no. 181), bahwasanya yang dimaksud Maziid (tambahan kenikmatan) dalam ayat tersebut adalah melihat Allah yang Maha Mulia. Dan ia merupakan kenikmatan tertinggi dan terbesar bagi penduduk surga.

***

Disarikan oleh Redaksi al-Hujjah

dari Sumber Bacaan:

Hayaatus Su’adaa (hal. 80-92), Shaalih bin Thoha bin Abdul Waahid, Taqdim: Syaikh Masyhur Hasan Salman.

at-Taubatu Wahiifatul ‘Umri, Muhammad al-Hamd.

Majmu’ Fatawa (8/527) Ibnu Taimiyah.

Tafsirul Qur-aanil ‘Azhiim (7/3295) Ibnu Katsir.

Ma’aalimut Taanziil (4/222) al-Baghawi.

 

Muroja’ah & Tambahan Ilmiah:

Ust. Zahid Zuhendra, Lc.