Dalam hadits yang shahih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam lebih menegaskan hal ini dalam sabda beliau,

 

لاَ تَـقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الأَوْثَانَ

Tidak akan terjadi hari kiamat sampai beberapa qabilah (suku/kelompok) dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan sampai mereka menyembah berhala (segala sesuatu yang disembah selain Allah Ta’ala)”[Shahih: at-Tirmidzi no. 2219].

Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan syirik terus ada dan terjadi di umat Islam sampai datangnya hari kiamat [al-‘Aqiidatul Islaamiyyah hal. 33-34, Syaikh Jamil Zainu].

Kalau nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja sampai mengkhawatirkan dirinya dan keluarganya terjerumus dalam perbuatan menyembah kepada selain Allah (syirik), sebagaimana doa yang diucapkannya:

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ

Jauhkanlah diriku dan anak cucuku dari (perbuatan) menyembah berhala” (QS Ibrahim:35)

Padahal beliau adalah nabi mulia yang merupakan panutan dalam kekuatan iman, kekokohan tauhid, serta ketegasan dalam memerangi syirik dan pelakunya.

Maka tentunya kita lebih pantas lagi mengkhawatirkan hal tersebut menimpa diri kita, dengan semakin bersunggh-bersungguh berdoa dan meminta perlindungan kepada-Nya agar dihindarkan dari semua perbuatan tersebut dan sebab-sebab yang membawa kepadanya.

Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam kepada sahabat yang mulia, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu yang aku ketahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa yang tidak aku ketahui (sadari)”[HR al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 716].

HAKIKAT SYIRIK

Perbuatan syirik adalah menjadikan syarik (sekutu) bagi Allah Ta’ala dalam sifat rububiyah-Nya (perbuatan-perbuatan Allah Ta’ala yang khusus bagi-Nya, seperti mencipta, melindungi, mengatur dan memberi rizki kepada makhluk-Nya) dan uluhiyah-Nya (hak untuk disembah dan diibadahi semata-mata tanpa disekutukan). Meskipun mayoritas perbuatan syirik (yang terjadi di umat ini) adalah (syirik) dalam sifat uluhiyah-Nya, yaitu dengan berdoa (meminta) kepada selain Allah bersamaan dengan (meminta) kepada-Nya, atau mempersembahkan satu bentuk ibadah kepada selain-Nya, seperti menyembelih (berkurban), bernazar, rasa takut, berharap dan mencintai [at-Tauhid hal. 8, SyaikhShalih Fauzan].

Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab menjelaskan hakikat perbuatan syirik yang diperangi oleh semua Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus oleh Allah Ta’ala, beliau berkata, “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya tauhid adalah mengesakan Allah Ta’ala dalam beribadah. Inilah agama (yang dibawa) para Rasul yang diutus oleh Allah kepada umat manusia.

Rasul yang pertama adalah (nabi) Nuh ‘alaihis salam yang diutus oleh Allah kepada kaumnya ketika mereka bersikap ghuluw (berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan) orang-orang yang shaleh (di kalangan mereka, yaitu) Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.

Rasul yang terakhir (yaitu) nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam dialah yang menghancurkan gambar-gambar (patung-patung) orang-orang shaleh tersebut. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa salam diutus oleh Allah kepada kaum (orang-orang musyrik) yang selalu beribadah, berhaji, bersedekah dan banyak berzikir kepada Allah, akan tetapi mereka (berbuat syirik dengan) menjadikan makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allah (dalam beribadah). Mereka mengatakan: “Kami menginginkan dari perantara-perantara makhluk itu untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan kami menginginkan syafa’at mereka di sisi-Nya” [QS. Yunus: 18]. (Perantara-perantara tersebut adalah) seperti para malaikat, nabi Isa bin Maryam, dan orang-orang shaleh lainnya.

Maka Allah mengutus nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam untuk memperbaharui (memurnikan kembali) ajaran agama yang pernah dibawa oleh nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam (yaitu ajaran tauhid) dan menyerukan kepada mereka bahwa (bentuk) pendekatan diri dan keyakinan (seperti) ini adalah hak Allah yang murni (khusus bagi-Nya) dan tidak boleh diperuntukkan sedikitpun kepada selain-Nya, meskipun itu malaikat atau nabi utusan-Nya, apalagi yang selainnya” [Kasyfusy syubuhaat hal. 7].

CONTOH KESYIRIKAN YANG TERJADI DI TENGAH MASYARAKAT

Perbuatan syirik yang dilakukan oleh orang-orang di jaman Jahiliyah, sebelum datangnya Islam, masih juga sering terjadi di jaman modern ini.

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Perbuatan syirik yang terjadi di jaman Jahiliyah (juga) terjadi pada (jaman) sekarang ini:

1- Dulunya orang-orang musyrik (di jaman Jahiliyah) meyakini bahwa Allah Dialah Yang Maha Pencipta dan Pemberi rizki (bagi semua mekhluk-Nya), akan tetapi (bersamaan dengan itu) mereka berdoa (meminta/menyeru) kepada para wali (orang-orang yang mereka anggap shaleh dan dekat kepada Allah Ta’ala) dalam bentuk berhala-berhala, sebagai perantara untuk (semakin) mendekatkan mereka kepada Allah (menurut persangkaan sesat mereka). Maka Allah tidak meridhai (perbuatan) mereka menjadikan perantara (dalam berdoa) tersebut, bahkan Allah menyatakan kekafiran mereka dalam firman-Nya,

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى، إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka (sembahan-sembahan kami) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang pendusta dan sangat besar kekafirannya” (QS az-Zumar:3).

Allah Ta’ala maha mendengar lagi maha dekat, Dia tidak butuh kepada perantara dari makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah maha dekat.” (QS al-Baqarah:186).

Kita saksikan di jaman sekarang ini kebanyakan kaum muslimin berdoa (meminta/menyeru) kepada wali-wali dalam wujud (penyembahan terhadap) kuburan mereka, dengan tujuan untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah.

Maka berhala-berhala (di jaman Jahiliyah) adalah wujud dari para wali (orang-orang yang mereka anggap shaleh dan dekat kepada Allah Ta’ala) yang telah wafat menurut pandangan orang-orang musyrik (di jaman Jahiliyah), sedangkan kuburan adalah wujud dari para wali yang telah wafat menurut pandangan orang-orang yang melakukan perbuatan Jahiliyah (di jaman sekarang), meskipun harus diketahui bahwa fitnah (kerusakan/keburukan yang ditimbulkan) dari (penyembahan terhadap) kuburan lebih besar dari fitnah (penyembahan) berhala !

2- Dulunya orang-orang musyrik (di jaman Jahiliyah) selalu berdoa kepada Allah semata di waktu-waktu sulit dan sempit, kemudian mereka menyekutukan-Nya di waktu lapang. Allah berfirman (artinya):

Maka apabila mereka mengarungi (lautan) dengan kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan agama bagi-Nya; kemudian tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS al-‘Ankabuut:65).

Maka bagaimana mungkin diperbolehkan bagi seorang muslim untuk berdoa kepada selain Allah dalam waktu sempit dan lapang (sebagaimana yang sering dilakukan oleh banyak kaum muslimin di jaman ini)? [al-‘Aqiidatul Islaamiyyah hal. 46].

Termasuk perbuatan perbuatan syirik yang banyak tersebar di tengah masyarakat adalah mempersembahkan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah Ta’ala, berdoa (memohon) kepada orang-orang shaleh yang telah mati, mendatangi dan mempercayai dukun, berkurban untuk Jin atau makhluk halus, dan lain sebagainya…Ini semua adalah perbuatan syirik, karena Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS al-An’aam:162-163).

***

Tulisan Ust. Abdullah Taslim, MA.

dengan beberapa penyesuaian oleh Redaksi al-Hujjah